1. Sepak Takraw
Olahraga
apakah yang dimainkan dengan cara seperti bermain sepakbola dan bola
voli, tetapi dilakukan di lapangan bulu tangkis? Ya, sepak takraw!
Olahraga ini berasal dari zaman Kesultanan Malaka (1402-1511) dan
disebut juga dengan nama sepak raga. Jumlah pemain dalam sebuah
permainan adalah tiga orang untuk masing-masing regu.
Pemain
sepak takraw tidak boleh menyentuh bola dengan tangan, dan hanya boleh
menggunakan kaki mereka sehingga sekilas gerakan-gerakan dalam permainan
sepak takraw mirip dengan gerakan seni bela diri. Olahraga ini telah
sejak lama ‘diperebutkan’ atau diklaim oleh berbagai Negara dari mulai
Malaysia, Laos, Filipina, hingga Thailand.
Walaupun
bukti-bukti yang kuat dari pakar sejarah bisa membuktikan bahwa sepak
takraw adalah olahraga tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan,
tidak akan ada artinya jika kita sebagai rakyat Indonesia tidak
mempertahankannya dan melestarikannya. Jangan sampai setelah terlanjur
kecolongan baru kita kebakaran jenggot.
2. Pathol

Pathol
olahraga gulat tradisional, olahraga ini konon sudah ada sejak jaman
Majapahit, berawal dari adanya sayembara mencari orang-orang yang
terbaik dalam pertempuran atau bisa juga sebagai ksatria untuk menjaga
pelabuhan Tuban. Karena pada waktu itu banyak perompak dan juga
penyamun. Olahraga pathol sendiri berasal dari Jawa Tengah, tepatnya di
Kecamatan Sarang dan Kabupaten Rembang.
Olahraga
Gulat Pathol ini banyak digemari di masyarakat setempat, dan juga
bahkan konon olahraga ini menjadi salah satu kesenian tradisional,
dimana olah raga ini digunakan pada acara menjelang bulan purnama tetapi
biasanya olahraga ini kebanyakan digunakan dan diselenggaran pada
pesisir pantai seperti ada upacara sedekah laut.
3. Karapan Sapi

Karapan
Sapi adalah olahraga pacuan sapi yang berasal dari Madura. Dalam
permainan yang satu ini, sepasang sapi lah yang ‘berolahraga’ dengan
menarik semacam kereta kayu melewati lintasan sepanjang 100 meter. Joki
sapi hanya perlu berdiri di kereta kayu dan mengendalikan laju
sapi-sapinya agar tidak oleng. Tetapi jangan dikira menjadi joki karapan
sapi itu pekerjaan yang mudah ya, karena tentu saja diperlukan latihan
dan keahlian yang khusus. Keseriusan warga Madura dan pemerintah
Indonesia dalam melestarikan karapan sapi tidak main-main.
Karapan
sapi kini telah menjadi sebuah ajang pesta rakyat yang mampu menyedot
ribuan pengunjung dari dalam maupun luar negeri. Setiap akhir bulan
September atau Oktober bahkan diadakan pertandingan karapan sapi
terbesar yang memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Sayangnya dibalik
kemeriahan ini sering ditemukan pelanggaran para peserta yang kerap
memperlakukan sapi-sapinya dengan kejam agar bisa berlari dengan
kencang. Kebiasaan ini tentu saja sangat melenceng dari nilai aslinya
dan selayaknya patut ditindaklanjuti dengan tegas oleh pihak
penyelenggara.
4. Pencak Silat

Pencak
Silat merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia yang sudah
berkembang sejak jaman dahulu kala. Pencak silat berakar pada budaya
Melayu dan telah dikenal luas di berbagai Negara seperti Malaysia,
Brunei, dan Singapura. Pencak silat di Indonesia tidak hanya satu macam
saja. Banyak versi olahraga pencak silat yang berkembang sesuai dengan
nilai budaya masyarakat setempat. Misalnya pencak silat aliran Cimande
yang konon bermula dari kisah seorang perempuan yang menyaksikan
pertarungan antara harimau dengan kera, kemudian meniru gerakan kedua
hewan tersebut.
Ada
pula silat atau silek yang berasal dari ranah Minang, yang diciptakan
oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan Tanah Datar pada abad XI. Induk
organisasi pencak silat di Indonesia saat ini adalah Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI). Ada pula organisasi yang mewadahi federasi-federasi
pencak silat dari berbagai Negara yang bernama Persekutuan Pencak Silat
Antara Bangsa (PERSILAT) yang dibentuk oleh Indonesia, Singapura,
Malaysia, dan Brunei Darussalam.
5. Pacu Jalur

Pacu
Jalur adalah jenis olahraga perahu dayung tradisional yang berasal dari
Riau. Perahu pada perlombaan pacu jalur memiliki panjang sekitar 25-40
meter dengan awak perahu sebanyak 40 sampai 60 orang. Pada awalnya pacu
jalur diselenggarakan di kampong-kampung sepanjang Sungai Kuantan untuk
memperingati hari besar Islam seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul
Fitri, atau tahun baru Muharam.
Kini
acara pacu jalur sudah masuk ke dalam kalender pariwisata nasional,
setiap tahun pada tanggal 23-26 Agustus diadakan festival pacu jalur
dalam rangkaian peringatan kemerdekaan Indonesia (17 Agustus-an). Pacu
jalur biasanya diadakan di Sungai Batang Kuantan yang pada jaman dahulu
kala merupakan simbol identitas sosial karena hanya datuk-datuk dan
bangsawan saja yang bertransportasi melalui jalur tersebut.
6. Egrang

Egrang
atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar
bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah
egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau
tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik
di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantai atau tanah
labil, bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar
tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan
telah dibuat selama ratusan tahun.
Terdapat beberapa jenis egrang, yakni:
Egrang pegangan
Egrang pasak
Egrang drywall
Egrang pegas
7. Geudeu-geudeu

Geudeu-geudeu
(atau disebut juga deudeu) adalah salah satu seni bela diri tradisional
rakyat Pidie/Pidie Jaya. Seni bela diri ini seperti gulat yang
dimainkan oleh kaum laki-laki. Satu tim terdiri dari 3 orang. Biasanya
geudeu-geudeu ini dipertandingkan antar kampung, diadakan setiap selesai
panen padi.
Sebagai seni beladiri, geudeu-geudeu merupakan olah
raga keras, petarung geude-geude harus memiliki ketahanan fisik dan
mental yang kuat, tahan pukul dan bantingan lawan. Selain itu petarung
geudeu-geude juga dituntut kesabaran dan ketabahan. Di sinilah emosi
diolah. Bila emosi petarung tidak stabil, maka bisa berujung pada
kematian.
Kesabaran para pemain diuji dengan berbagai lontaran
kata-kata kasar dari para penonton. Karena itu pula, sepanjang sejarah
pertarungan geudeu-geude, belum pernah terjadi pertarungan di luar
arena. Artinya, sikap sportif para pemain sangat tinggi. Meski di arena
mereka babak belur dan bonyok, tapi di luar arena itu dianggap sebagai
sebuah kewajaran dan banyak dari petarung ini yang melanjutkan
Duduk-duduk/minum kopi bersama selepas pertandingan.
Akhir tahun
1980-an, geudeu-geudeu masih sering dipertunjukkan di Beuracan,
Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya. Biasanya pertarungan ini
dibagi dalam dua katagori, yakni antar pribadi dan antar perwakilan
kampung. Siapa pun boleh ikut, syaratnya berani dan mampu menahan
pukulan serta hempasan lawan dan juga emosi tentunya.
Sistim pada
permainan geudeu-geudeu, para petarung terlebih dahulu dibagi dalam dua
kelompok besar. Petarung pertama tampil ke arena untuk menantang dua
petarung lainnya dengan mengkacak-kacak sambil 'Keutrep Jaroe'
membunyikan jari . Arena biasanya terbuat dari jerami yang berfungsi
sebagai matras.
Petarung pertama yang menantang dua lawan disebut
ureung tueng (penantang). Sedangkan petarung yang ditantang yang
berjumlah dua orang tadi, disebut sebagai ureug pok (orang yang menerima
tantangan). Ketika diserang, petarung pertama akan memukul dan
menghempas dua petarung lain yang menyerangnya. Dan Khusus bagi ureung
tueng boleh menggunakan gempalan tanganya untuk memukul dimana saja,
kecuali dibawah pusar. Untuk ureung pok mereka hanya boleh membanting
dan menghempas sambil mereka berpegangan tangan. jika pegangan tangan
ureng pok ini terlepas atau salah satu dari mereka roboh akibat hantaman
ureung tueng, maka mereka dianggap kalah.
Begitu juga dengan ureung tueng, apabila ureung pok sanggup menghempas atau membantingnya maka dia dianggap kalah.
Pada
babak ke dua, posisi pemain dibalik. Posisi tueng akan beralih ke pok,
begitu juga sebaliknya. Hal ini terus berlangsung dalam limit waktu
tertentu (ronde). Sampai salah satu pihak menang.
8. Zawo-zawo

Zawo-zawo
adalah sejenis permainan rakyat di kalangan penduduk Nias, Sumatera
Utara. Dalam permainan ini para pemain melompati susunan batu (hompo
batu) yang berbentuk trapesium yang tingginya mencapai 2 meter. Selain
itu, pada masa lalu, ketangkasan melompati batu tersebut merupakan
prasyarat seorang pemuda untuk memasuki jenjang pernikahan. Zawo-zawo
masih dapat ditemukan hingga saat ini di desa-desa di Kabupaten Nias
Selatan.
9. Galah Asin / Gobak Sodor

Galah
asin, galasin, atau gobak sodor adalah sejenis permainan daerah dari
Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari
dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti
permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati
garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan
seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik
dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Permainan ini biasanya
dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada
atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4
m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya
diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk
menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis
batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang
mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan
berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk
melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas.
Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas
vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses
untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan.
Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap
orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan
untuk meraih kemenangan.
kalau di makassar nama nya main asing.
seorang pemain bertindak sebagai peluncur (kapten). permainan ini seru
melatih ketangkasan, strategi, kecepatan, dan kecerdikan.
10. Bakiak

Bakiak
(Jawa Tengah) atau Bangkiak (Jawa Timur) atau Terompa Galuak (Sumatra
Barat) adalah sejenis sandal yang telapaknya terbuat dari kayu yang
ringan dengan pengikat kaki terbuat dari ban bekas yang dipaku dikedua
sisinya. Sangat populer karena murah terutama dimasa ekonomi susah
sedangkan dengan bahan kayu dan ban bekas membuat bakiak tahan air serta
suhu panas dan dingin.